Sabtu, 09 Juni 2012

berbicara


Mengomentari Pembacaan Puisi Baru 12.1
BERBICARA

Mengomentari Pembacaan Puisi Baru tentang Lafal, Intonasi, dan Ekspresi yang Tepat
Puisi dibangun atas dua unsur utama, yaitu lapis bentuk dan lapis arti. Lapis bentuk puisi berupa struktur bunyi, yang terdiri atas irama, ritme, rima, dan intonasi. OIeh karena itu, keindahan bentuk sebuah puisi baru benar-benar dapat dinikmati jika dibacakan atau diperdengarkan . Namun, pembacaan yang dilakukan dengan asal asalan tentu juga tidak akan mampu mempersembahkan keindahan itu. Agar keindahannya dapat dinikmati dan muncul dengan optimal, puisi harus dibacakan dengan irama yang baik, penafsiran dan pemahaman makna secara tepat, dan dengan pengekspresian yang proporsional.
Seringkali puisi yang sebenarnya sangat indah, menjadi biasa saja karena dibacakan secara monoton atau tanpa intonasi, salah enjambemen atau pemenggalan frasa/baris, pengekspresian yang berlebihan dan sebagainya..

Simaklah baik-baik pembacaan puisi berikut ini.
Koran Pagi
Koran pagi masih mengepul di atas meja. Wartawan itu belum juga
Menyantapnya. la masih tertidur di kursi
Setelah seharian digesa-gesa berita.
Seperti biasa, untuk melawan pening ia menepuk kening.
Lolos dari deadline, ia terlelap. Capeknya lengkap.
Tahun-tahun memutih pada uban yang letih.
Entah sudah berapa orang peristiwa,berapa ya.
Melintasi jalur-jalur waktu di kerut wajah.
Ke suaka ingatan mereka hijrah.
Almarhum bapaknya sebenarnya tak suka ia susah-susah
jadi reporter. Lebih baik jadi artis yang kerjanya
diuber-uber wartawan. lbunya berharap ia jadi dokter
agar dapat merawat tubuhnya sendiri yang sakit-sakitan.
Siang itu, bersama teman-teman sekelasnya ia sedang
Berlatih mengarang. Sementara kawan-kawannya sibuk
Bermain kata, ia bengong saja sambil menggigit-gigit pena
Meskipun bu guru berkali - kali mengingatkan
bahwa cara terbaik untuk rnulai menulis adalah menulis.
Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba terjadi kebakaran.
Bu guru dan murid-muridnya segera berhamburan keluar.
Belakangan beredar kabar bahwa gedung sekolahnya
Sengaja dibakar komplotan perusuh berlagak pahlawan.
Saat itu, situasi memang sedang rawan, penuh pergolakan
Tanpa menghiraukan bahaya, bocah bego itu malah
sibuk mencari-cari pena yang terjatuh dari meja.
Bu guru nekat menyusulnya, sementara api makin berkobar
dan semua panik: jangan-jangan mereka ikut terbakar.
Setelah pensiun, bu guru yang pintar itu sibuk mengurus
kios Koran kebanggaannya. Sedangkan muridnya
yang suka bengong kini sedang lelap di kursi, matanya
setengah terbuka. Koran pagi masih mengepul di atas meja.
Joko pinurbo [2003]

Bagaimana pembacaan puisi di atas, apakah mampu menampilkan keindahan puisi? Berdiskusilah dengan beberapa temanmu untuk memberikan tanggapan dengan panduan pertanyaan-pertanyaan berikut.
1. Apakah pembaca sudah memahami dan menguasai isi puisi yang dibacakan?
2. Apakah pembaca sudah menjiwai/meresapkan isi puisi?
3. Apakah penjiwaannya sudah tepat sesuai isi puisi dan proporsional {tidak berlebihan}?
4. Apakah pembaca sudah memperlihatkan mimik selaras dengan isi puisi?
5. Apakah pembaca sudah mengucapkan kata-kata dengan pelafalan atau artikulasi secara tepat? Adakah logat atau aksen yang memengaruhi pengucapannya?T unjukkan jika ada.
6. Apakah pembaca sudah membacakan puisi dengan intonasinya yang tepat?
Kemukakan tanggapanmu secara lisan dengan bahasa yang baik.
Ada tiga hal penting yang harus selalu diperhatikan pada saat membacakan puisi, vaitu lafal, intonasi, dan ekspresi.
Lafal (artikulasi) berkaitan dengan pengucapan kata-kata. Pengucapan kata-kata bahasa Indonesia selama ini kerap dipengaruhi oleh pengucapan bahasa daerah. Hal itu harus dihindari karena akan merusak keindahan puisi yang dibacakan. Pengucapan kata-kata harus tepat dan dijaga kemumiannya dari aksen atau logat daerah tertentu. Artikulasi atau cara pengucapan ini erat kaitannya dengan intonasi atau lagu kalimat.
Intonasi atau lagu kalimat berkaitan dengan ketepatan dalam menentukan keras-lemahnya pengucapan suatu kata. Intonasi dan artikulasi sangat berkaitan dengan irama. Irama merupakan unsur sangat penting dan jiwa dari sebuah puisi. Irama adalah totalitas dari tinggi rendah, keras lembut, dan panjang pendek suara. Irama puisi tercipta dengan melakukan intonasi.
 Ada 3 jenis intonasi dalam pembacaan puisi, yaitu sebagai berikut:
a) Intonasi dinamik, yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
b) Intonasi nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya suara. Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan lain sebagainya. Sementara, suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa, dan lain sebagainya.
c) Intonasi tempo, yaitu cepat lambat pengucapan suku kata atau kata.
Ekspresi ialah pernyataan perasaan hasil penjiwaan isi puisi. Penjiwaan
puisi dapat dilakukan jika pembaca mampu menginterpretasikan makna
puisi secara tepat. Apabila penafsiran maknanya keliru, penjiwaannya pasti
juga akan tidak mengena. Penjiwaaan isi puisi terungkap lewat mimik
(gerak air muka) serta kinesik (gerak anggota badan/tubuh). Ekspresi yang
baik harus dilakukan dengan wajar dan tidak berlebihan.

Uji Kompetensi
1. Apakah yang dimaksud artikulasi?
2. Apakah yang dimaksud irama?
3. Apakah yang dimaksud dengan intonasi?
4. Apakah bedanya antara intonasi nada dan dinamik?
5. Melalui apa saja penjiwaan isi puisi dapat terekspresikan?

kajian teori 5


2.8 Distribusi Afiks Infleksi
Distribusi afiks infleksi sangat sedikit jumlahnya dan walaupun demikian, frekuensi pemakaianya relatif tinggi karena secara umum afiks infleksi dapat dibutuhkan pada semua kelas kata. Sebagai penanda relasi, afiks infleksi berfungsi memantapkan atau menyesuaikan kelas kata dalam penggunaan sintaksis. Dengan demikian, begitu afiks infleksi dibubuhkan pada suatu bentuk asal atau dasar, maka bentuk dilekati kemudian mempunyai kedudukan tertentu dalam sebuah konstruksi sintaksis, tegasnya proses morfemis itu menjadikan bentukan yang dihasilkan relevan secara sintaksis, (sunoto, 1990:6).

 

kajian teori 4


2.3 Pengertian Afiks
Afiks adalah suatu satuan gramatikal terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsure yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Dari pengertian ini beliau memberikan contoh dengan kata minuman. Kata ini terdiri dari dua unsur, yaitu unsure minum yang merupakan kata dan –an sebagai afiks,( Ramlan, 1987” 55). Selanjutnya Kridalaksana menjelaskan bahwa “Afiks adalah bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan merubah makna gramatikal.”
2.4 Pengertian Afiks Infleksi
Afiks infleksi adalah afiks yang secara paradigmatis tidak dapat merubah kategori kata (Najoan, 1981: 12). Selanjutnya Kridalaksana menambahkan bahwa “Afiks infleksi yaitu afiks yang ditambahkan pada akar atau dasar untuk menentukan atau membatasi makna gramatikalnya, (1984: 2).
2.5 Pengertian Infleksi
Infleksi adalah semua perubahan yang paradigmatis   yang dihasilkan dengan proses morfemis manapun, apakah dengan afiksasi, modifikasi intern, atau reduplikasi partial (Verhaar, 1981: 66). Sebagai salah satu proses morfemis, infleksi menampakan cirri-ciri penanda sebagai berikut:
1.      Merupakan pembentuk luar suatu konstuksi,
2.      Digunakan sebagai norma penentu kelas kata utama, dan
3.      Berhubungan dengan fungsi, menyesuaikan kata dalam konteks sintaksis (Cook, 1969: 119, dalam sunoto dkk., 1990: 6).
Selanjutnya H,T Usup (1981: 17) mengatakan bahwa infleksi adalah konstruksi paradigmatis yang menduduki distribusi sama dengan dasarnya atau adanya morfem terikat atau morfem tak bebas terhadap suatu kata atau bentuk dasar (morfem bebas) yang tidak menyebabkan perubahan kelas kata.
2.6 Jenis Infleksi
Perubahan bentuk kata tidur menjadi menidurkan, ditidurkan, kutidurkan, kautidurkan, tidur! Merupakan indentitas klasikal kata yang mengalami proses morfemis tersebut tetap dipertahankan. Oleh karena itu bentukan infleksi dari kelas kata benda dengan mudah kita bedakan dengan kelas kata kerja, atau sebaliknya. Perubahan bentuk semacam ini banyak di jumpai dalam BMDM. Misalnya, ewa ‘luas’ menjadi meewa ‘meluas’, kontu ‘batu’ menjadi fekontu ‘menyerupai batu’, paso ‘paku’ menjadi kupaso ‘pemaku’ adalah tidak merubah kelas kata.
Infleksi dibedakan menjadi:
a.       Kategori nominal yang didefinisikan sebagai kata yang mengalami infleksi nomina,
b.      Kategori verbal yang didefinisikan sebagai kata yang mengalami infleksi verba,
c.       Kategori adjektiva yang didefinisikan sebagai kata yang mengalami infleksi adjektiva,
d.      Kata yang tidak mengalami infleksi yang penggunaannya ditentukan oleh konteks sintaksis (Cook, 1968: 121-122 dalam Sunoto, 1990: 6).
2.7 Konstruksi Infleksi
Infleksi sebagai konstruksi  secara potensial terdiri atas dua tagmen atau lebih, yaitu dasar atau asal selebihnya imbuhan infleksi. Dasar atau asal menempati tagmen pusat sedangkan imbuhan menempati perangkat tagmen yang lain. Berkenan dengan kedua slot di atas, maka slot pusat bersifat wajib, sedangkan slot yang lain mungkin bersifat wajib dan mungkin juga bersifat mansuka (sunoto, 1990:6).

kajian teori 3


.2 Pengertian Afiksasi                                                           
Afiksasi adalah proses pembentukan kata dengan menggabungkan atau menghubungkan afiks dengan kata dasar ( Ba’dulu, 1985: 7). Senada dengan pengertian ini Tarigan (1984: 105) menjelaskan bahwa “Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada suatu satuan baik satuan itu berupa bentuk tanggal maupun bentuk kompleks, untuk membetuk kata.”

kajian teori 2


2.1 pengertian Kata
Setiap kata dapat merupakan satuan fonologi atau satuan morfemis. Sebagai satuan fonologis, kata terdiri atas beberapa suku kata dan setiap suku kata terdiri atas satu atau beberapa fonem. Sebagai contoh dalam BMDM dapat kita lihat dalam kata nesapu “menjahit”. Kata ini terdiri atas suku kata ne, sa, pu. Disamping itu, kata nesapu terdiri atas beberapa fonem yaitu /n, e/- /s, a- /p, u/. sebagai satuan morfemis, kata terdiri atas satu atau beberapa fonem, misalnya kata nesapu yang berasal dari ne + sapu terdiri atas dua morfem yakni morfem terikat ne- dan morfem bebas sapu.
Pengertian kata di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kata adalah semua bentuk bebas yang paling kecil yang berwujud sebagai bentuk asal dan dapat pula sebagai bentuk yang konpleks.
Pengertian kata di atas diperkuat dengan pendapat Ramlan ( 1978: 33-34) menjelaskan bahwa:
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata setiap satuan bebas merupakan kata. Jadi satuan-satuan rumah, penduduk, pendudukan, kependudukan, Negara, negarawan, pemimpin, berkepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, mencampuradukan, pertanggungjawaban, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing merapakan satu satuan bebas.