Yang
ketiga adalah penelitian yang dilakuakan oleh lukman, (1995) yang berjudul
‘’sistem Derivasi bahasa muna dialek Mawasangka”. Dalam penelitian diperoleh
kesimpulan antara lain tipe derivasi yang terdiri dari derivasi denominal,
derivasi deverbal dan derivasi deadjektival. Selain itu, afiks-afiks pembentuk
derivasi yang terdiri dari pembentuk derivasi denominal yaitu afiks ne-(no-),
po-(Dopo-),me-, ko-(noko-),noti-, -um- -e, -I, fe-e, dan foko-e; afiks
pembentuk derivasi deverbal, kaN-, manso- dan kafo-; sedangkan afiks pembentuk
derifasi deadjektival adalah kaN-, kafo-, fo-,feka-, paha-, kao-a, fe-e,
feka-ie , feka-e.
Melihat
ketiga hasil deskripsi penelitian di atas , maka penelitian lanjutan tentang
BMDM masih sangat perlu agar dapat sejajar dengan bahasa-bahasa daerah lain di
nusantara ini. Oleh karena itu penulis terpanggil untuk mengkaji lebih dalam, khususnya bidang morfologi yang
lebih mengarah pada system infleksinya.
Penelitian
system infleksi BMDM sangat penting dilakuakan karena manfaatnya dapat dilihat
dari berbagai segi. Dipandang dari segi BMDM itu sendiri, penelitian ini dapat
dimanfaatkan untuk mendokumentasikan data kebahasaan BMDM terutama system
infleksinya. Dipandang dari segi bahasa Indonesia, BMDM dapat digunakan sebagai
sumber untuk memperkaya kosakata baru bahasa Indonesia. Di samping itu
pentingnya penelitian tentang system infleksi BMDM ini dapat pula dilihat dari
segi pengembangan linguistic Indonesia.
Berdasarkan
uraian diatas , maka permasalahan yang peneliti angkat melalui kegiatan
penelitian ini adalah ‘’bagaimana system infleksi bahasa muna dialek
mawasangka?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar